Kimia Kebahagiaan atau Kimiyaus Sa’adah adalah salah satu karya besar dari Imam al-Ghazali (salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah manusia), dikenal sebagai seorang filsuf, sufi, dan fuqaha. Dalam Kimiyaus Sa’adah, ulama terkemuka ini memberikan panduan mendalam tentang bagaimana mencapai kebahagiaan sejati dalam hidup.
Buku ini mengajak kita untuk meniti jalan kebahagiaan dengan panduan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip moral dan spiritual Islam.
Menariknya, kini kitab tersebut sudah diterjemahkan oleh Gus Mus, seorang ulama dan budayawan Indonesia yang sangat populer. Gus Mus berhasil memberikan sentuhan bahasa yang memudahkan pembaca memahami ajaran-ajaran al-Ghazali, dengan lebih dekat dan relevan dalam konteks kehidupan terkini.
Mengenal Diri, Mengenal Tuhan: Langkah Pasti Menuju Kebahagiaan
Dalam Kimiyaus Sa'adah, Imam al-Ghazali menekankan bahwa langkah pertama menuju kebahagiaan adalah mengenal diri sendiri. Konsep ini dikenal dengan istilah "Ma'rifat al-Nafs" atau "Pengenalan Diri”. Menurutnya, pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri—termasuk kekuatan, kelemahan, dan tujuan hidup—merupakan kunci untuk mencapai kebahagiaan sejati.
Al-Ghazali menghubungkan pengenalan diri dengan pengetahuan tentang Allah, mengajukan bahwa hanya dengan memahami hakikat diri, seseorang dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah, lalu bahagia.
Al-Ghazali berpendapat bahwa seseorang harus memahami dirinya sendiri untuk mengetahui bagaimana ia dapat mencapai kebahagiaan yang hakiki. Dalam buku ini, beliau menguraikan bahwa pengenalan diri melibatkan pemahaman tentang hakikat manusia, termasuk sifat-sifat baik dan buruk yang ada dalam diri. Melalui pengenalan diri, seseorang dapat mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan dirinya, serta menyadari kebutuhan spiritualnya.
Pengenalan diri juga dikaitkan dengan pengetahuan tentang Tuhan, karena al-Ghazali berkeyakinan bahwa mengenali diri sendiri akan membawa seseorang kepada pengenalan akan Tuhannya. Beliau mengutip ungkapan terkenal dalam Islam, "Man 'arafa nafsahu, faqad 'arafa rabbahu" yang berarti "Barang siapa mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya."
Dalam konteks ini, tanda pengenalan diri dalam Kimiyaus Sa'adah mengacu pada kesadaran akan kedudukan manusia di hadapan Allah, serta tugas dan tanggung jawabnya untuk menjalani hidup dengan akhlak mulia. Yang terpenting, sesuai dengan petunjuk agama.
Pengenalan diri juga menjadi langkah penting untuk membersihkan hati dari penyakit-penyakit rohani, seperti kesombongan, iri hati, dan cinta dunia, yang menghalangi seseorang dari mencapai kebahagiaan sejati.
Merasakan Kehadiran Allah Swt.: Meraih Puncak Kebahagiaan
Imam Al-Ghazali dalam Kimiyaus Sa'adah menggambarkan empat sifat dasar manusia yang membentuk cara mereka merasakan kebahagiaan. Keempat sifat ini—sifat hewan ternak (al-baha’im), sifat hewan buas (as-siba’), sifat setan (al-syayatin), dan sifat malaikat (al-malaikah)—mewakili berbagai aspek dari jiwa manusia dan cara mereka mencari kebahagiaan.
1. Sifat Hewan Ternak
Sifat ini berkaitan dengan pemenuhan syahwat biologis dan seksual. Manusia yang mengikuti sifat ini merasa bahagia ketika kebutuhan dasar dan keinginan fisik mereka terpenuhi. Ini adalah bentuk kebahagiaan yang bersifat sementara, yang hanya memuaskan aspek fisik dari diri manusia.
2. Sifat Hewan Buas
Sifat ini terkait dengan pelampiasan amarah dan agresi. Manusia dengan sifat ini merasakan kepuasan dan kebahagiaan melalui dominasi, kekuasaan, dan kekuatan. Kebahagiaan yang diperoleh dari sifat ini sering kali melibatkan pertarungan atau konflik dan cenderung bersifat destruktif baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
3. Sifat Setan
Sifat ini berkaitan dengan makar akal yang jahat, yaitu kebahagiaan yang diperoleh melalui tipu daya, kebohongan, dan manipulasi. Sifat setan mencari kepuasan melalui strategi yang merugikan orang lain, dan kebahagiaan ini bersifat sementara serta penuh dengan kerusakan moral.
4. Sifat Malaikat
Berbeda dengan ketiga sifat sebelumnya, sifat malaikat berkaitan dengan kebahagiaan yang diperoleh dari menyaksikan "keindahan hadirat Ketuhanan". Ini adalah kebahagiaan yang mendalam dan abadi, yang hanya bisa dicapai melalui pengenalan dan kedekatan dengan Allah.
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa kebahagiaan abadi manusia terletak pada sifat malaikatnya. Hati nurani manusia, sebagai inti dari eksistensinya, diciptakan untuk mengenal Allah dan menyaksikan keindahan-Nya. Sebagaimana Al-Ghazali menyatakan:
“Ketahuilah bahwasanya kebahagiaan segala sesuatu dan kenikmatan serta ketenangannya sesuai dengan wataknya, dan watak segala sesuatu adalah alasan diciptakannya… Sementara kenikmatan hati secara khusus adalah dengan mengenal Allah, karena hati diciptakan untuknya.”
Kebahagiaan yang dicari melalui pemenuhan syahwat, pelampiasan amarah, atau tipu daya setan hanyalah kebahagiaan yang bersifat sementara dan tidak memenuhi tujuan hakiki manusia. Al-Ghazali mengajarkan bahwa kebahagiaan abadi hanya bisa dicapai dengan menyucikan hati dari segala kotoran seperti kesombongan, dengki, dan cinta dunia.
Untuk mencapai kebahagiaan abadi, manusia perlu melalui proses penyucian hati (tazkiyatun nafs). Ini adalah upaya untuk membersihkan hati dari segala penyakit jiwa sehingga hati dapat memantulkan "cahaya Allah" dengan sempurna. Al-Ghazali menggunakan analogi cermin untuk menjelaskan konsep ini.
Pertama, cermin kotor. Hati yang dipenuhi dengan sifat buruk seperti kesombongan dan cinta dunia akan sulit menerima dan memantulkan cahaya Allah. Seperti cermin kotor yang menampilkan gambar yang suram, hati yang kotor tidak dapat memantulkan keindahan Allah dengan baik.
Kedua, cermin bersih. Sebaliknya, hati yang bersih dan penuh dengan zikir kepada Allah akan memantulkan "cahaya Allah" dengan sempurna, memungkinkan manusia untuk menyaksikan "keindahan Ilahi" dan merasakan kebahagiaan abadi.
Terakhir, praktik zikir “Allah-Allah-Allah” di tempat sunyi merupakan metode yang efektif untuk mendalami pengalaman spiritual dan meningkatkan hubungan dengan Allah. Dengan memilih lingkungan yang tenang dan mengikuti teknik zikir yang tepat, seseorang dapat mencapai ketenangan batin dan merasakan "kehadiran Ilahi" secara lebih mendalam. Ini adalah langkah penting dalam perjalanan spiritual menuju kebahagiaan abadi yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Kimiyaus Sa'adah.
Analisis dan Evaluasi
Pertama, gaya penulisan terjemahan. Gus Mus berhasil menghadirkan terjemahan yang tidak hanya akurat, tetapi juga memancarkan keindahan bahasa yang memudahkan pembaca untuk merenungi makna mendalam dari setiap ajaran al-Ghazali. Terjemahan ini menggunakan bahasa yang sederhana namun sarat makna, memungkinkan pembaca dari berbagai latar belakang untuk memahami dan menghayati pesan-pesan yang disampaikan.
Kedua, kekuatan buku. Salah satu kekuatan utama dari Kimiyaus Saadah adalah relevansinya yang abadi. Meskipun ditulis berabad-abad yang lalu, ajaran al-Ghazali mengenai kebahagiaan tetap aplikatif dalam kehidupan terkini. Terjemahan ini juga memperkuat relevansi tersebut dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, sehingga pesan-pesan spiritual yang mendalam bisa diterima dengan baik oleh pembaca.
Ketiga, kelemahan buku, Terjemahan ini sudah sangat kuat, namun beberapa bagian mungkin masih terasa berat bagi pembaca yang belum terbiasa dengan konsep-konsep klasik dalam Islam. Meskipun demikian, Gus Mus telah berusaha keras untuk menjelaskan istilah-istilah yang kompleks sehingga bisa lebih mudah dimengerti oleh pembaca umum.
Keempat, kontribusi buku. Terjemahan ini memperkaya khazanah literatur Islam di Indonesia dan membantu menjembatani pemahaman antara karya klasik dengan pembaca kontemporer. Gus Mus melalui terjemahannya, telah membuka pintu bagi lebih banyak orang untuk memahami dan mendalami ajaran-ajaran al-Ghazali yang sarat dengan kebijaksanaan dan panduan hidup.
Kesimpulan
Kimiyaus Sa'adah dalam terjemahan Gus Mus adalah sebuah karya yang wajib dibaca oleh siapa saja yang ingin mengeksplorasi lebih dalam tentang spiritualitas dan jalan menuju kebahagiaan sejati dalam perspektif Islam. Terjemahan ini membuat ajaran al-Ghazali lebih mudah diakses dan relevan bagi pembaca masa kini, menjadikannya sebagai panduan hidup yang sangat berharga.
Deskripsi Buku
Judul Asli : Kimiyaus Sa'adah
Judul Terjemahan : Proses Kebahagiaan: Mengaji Kimiyaus Sa'adah Imam al-Ghazali
Penulis : Imam Al-Ghazali
Penerjemah : KH. Ahmad Mustofa Bisri
Penerbit : PT Qaf Media Kreativa
Tahun Terbit : 2020
Jumlah Halaman : 146 Halaman
Baca Juga : Paradigma Maqasidi
Sumber Gambar: https://penerbitqaf.com/