Dalam memahami Al-Qur'an kita sering kali menjumpai istilah-istilah seperti tafsir, takwil, dan terjemah. Ketiga istilah ini sering dianggap sama. Padahal, meskipun saling berkaitan, ketiganya memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda. Untuk memahami perbedaan ketiganya, mari kita telaah satu per satu.
Tafsir: Menjelaskan Makna yang Tersurat
Tafsir berasal dari kata fassara, yang berarti menjelaskan atau menerangkan. Tafsir adalah cabang ilmu al-Quran yang sangat penting karena membahas cara-cara memahami teks Al-Qur'an, baik dari segi tekstual maupun kontekstual.
Sebagaimana dilansir dari laman tafsiralquran.id, menurut Abu Hayyan, tafsir adalah ilmu yang mempelajari makna ayat-ayat Al-Qur'an secara menyeluruh, mencakup hikmah, petunjuk, dan hukum yang terkandung di dalamnya.
Tafsir tidak hanya menyoroti arti harfiah suatu ayat, tetapi juga menggali hubungan historis, sosial, dan sebab-sebab turunnya ayat (asbabun nuzul).
Al-Jurjani memberikan definisi yang lebih rinci, menyatakan bahwa tafsir adalah upaya menjelaskan makna ayat dengan memahami seluruh aspek yang berkaitan dengannya.
Hal ini meliputi kisah-kisah, konteks, hingga implikasi hukum yang terkandung dalam ayat tersebut.
Oleh sebab itu, tafsir tidak hanya berfokus pada satu sudut pandang tetapi mencakup berbagai disiplin ilmu untuk memberikan pemahaman yang utuh.
Proses tafsir sering kali melibatkan sumber-sumber primer seperti hadis Nabi Muhammad Saw. dan penjelasan para sahabat.
Sebagai hasilnya, tafsir memberikan penjelasan yang dapat dipercaya, baik untuk memahami hukum-hukum yang terdapat dalam ayat maupun untuk merenungi hikmah di baliknya.
Takwil: Menyingkap Makna yang Tersirat
Berbeda dengan tafsir yang berfokus pada makna tekstual, takwil lebih menekankan pada pengungkapan makna tersembunyi atau tersirat dalam suatu ayat.
Quraish Shihab mendefinisikan takwil sebagai pengertian yang diistinbatkan (digali) dari ayat-ayat Al-Qur'an melalui perenungan.
Takwil sering kali digunakan untuk memahami ayat-ayat mutasyabihat—ayat-ayat yang memiliki makna ambigu atau tidak langsung.
Dalam pandangan para ulama, takwil sering kali membutuhkan pendekatan rasional dan intelektual yang mendalam.
Misalnya, pada ayat-ayat yang menggunakan bahasa kiasan, seperti “Tangan Allah di atas tangan mereka” (QS Al-Fath: 10). Secara literal, frasa ini tampak sederhana, tetapi dalam konteks takwil, frasa tersebut dipahami secara metaforis untuk menggambarkan kekuasaan dan dukungan Allah kepada hamba-Nya.
Takwil menjadi alat penting dalam memahami aspek-aspek Al-Qur'an yang tidak dapat dijelaskan secara harfiah.
Ulama seperti Al-Ghazali dan Ibnu Arabi menggunakan takwil untuk menjelaskan makna filosofis dan spiritual dalam ayat-ayat tertentu.
Namun, takwil juga memiliki batasan. Penakwilan yang terlalu bebas atau tanpa dasar kuat dapat menimbulkan penyimpangan dari maksud asli Al-Qur'an.
Oleh karena itu, takwil harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pemahaman yang kuat tentang ulum al-Quran.
Baca Juga: Gubahan Resah; Selalu ada Jalan
Terjemah: Mengalihbahasakan Teks
Berbeda dengan tafsir dan takwil yang bertujuan menggali makna, terjemah lebih sederhana, yaitu memindahkan teks Al-Qur'an dari bahasa Arab ke bahasa lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terjemah diartikan sebagai proses mengalihbahasakan teks dari satu bahasa ke bahasa lain.
Ash-Shabuni menambahkan bahwa terjemah Al-Qur'an adalah proses memindahkan bahasa Arab Al-Qur'an ke dalam bahasa lain agar lebih mudah dipahami oleh pembaca yang tidak menguasai bahasa Arab.
Terjemah memiliki dua jenis utama, yaitu terjemah harfiah dan terjemah maknawiyah. Terjemah harfiah berusaha memindahkan kata demi kata dari bahasa Arab ke bahasa lain dengan mempertahankan struktur aslinya.
Sebaliknya, terjemah maknawiyah lebih menekankan pada penyampaian maksud dari teks Al-Qur'an tanpa terlalu terikat pada struktur bahasa Arab. Kedua jenis terjemah ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Namun, terjemah tentu lebih memiliki keterbatasan. Bahasa Arab Al-Qur'an sering kali memiliki kedalaman makna yang tidak selalu dapat diterjemahkan secara langsung ke bahasa lain.
Oleh karena itu, terjemah hanya memberikan gambaran umum tentang isi ayat tanpa menggali maksud sebenarnya. Untuk memahami Al-Qur'an secara menyeluruh, pembaca perlu merujuk pada tafsir.
Perbedaan Tafsir, Takwil, dan Terjemah
Untuk memahami perbedaan ketiga istilah ini, penting untuk melihat fungsi dan aplikasinya. Menurut Manna Qattan, tafsir lebih cenderung diterapkan pada aspek lafaz dan kosa kata (mufradat), sedangkan takwil lebih berfokus pada makna dan struktur kalimat.
Dengan kata lain, tafsir adalah upaya memahami makna tekstual ayat, sementara takwil berusaha mengungkap makna kontekstual dan simbolis.
Ar-Raghib Al-Ashfahani membedakan kedua istilah ini dengan menyatakan bahwa tafsir bersifat lebih umum dan dapat diterapkan pada kitab-kitab selain Al-Qur'an. Sebaliknya, takwil lebih spesifik digunakan untuk menafsirkan Al-Qur'an, terutama dalam memahami ayat-ayat yang bermakna ambigu.
Sementara itu, terjemah adalah proses sederhana yang hanya berfokus pada alih bahasa tanpa menyentuh makna secara serius.
Tafsir dan takwil melibatkan penafsiran, sedangkan terjemah hanya menyampaikan arti harfiah. Oleh karena itu, membaca terjemahan Al-Qur'an saja tidak cukup untuk memahami kandungan Al-Qur'an secara utuh.
Baca Juga: Membebaskan Diri dari Ke-Aku-an; Jangan Bergantung dengan Amal