7 Langkah Praktis Melunasi Utang secara Islami: Pendahuluan




ahmadtamami.com—Tuan dan Puan sekalian, mungkin kita pernah mendengar gurauan bahwa utang seperti “buang angin”, ditahan sakit, kalau berbunyi bisa bikin malu (ya, kalau punya malu), sebenarnya bukan sepenuhnya lelucon.

Bahkan, secara lebih sopan, Rasulullah SAW, telah memberi peringatan lebih dari 14 abad lalu, tentang efek utang ini.
“Jangan kalian meneror diri kalian sendiri, padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman.” Para sahabat bertanya, “Apakah itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Itulah utang!” (HR. Ahmad)
Utang, memang dapat menjadi “teror” yang mengintai di siang hari dan berubah menjadi “kegelisahan” di malam hari. Orang yang pernah berutang tentu mengakui ini.

Sementara itu, dalam Islam, utang juga bukan hanya beban finansial, tapi juga amanah yang harus ditunaikan. Seseorang yang berutang berarti telah mengambil hak orang lain, dan itu harus dikembalikan. Dengan demikian, jika ada cara untuk hidup tanpa utang, maka cara itu adalah yang terbaik. Namun, kenyataannya sulit untuk tidak berutang. 

Saat ini, utang sudah seperti tren—fenomena yang semakin lumrah, terutama lewat pinjaman online (pinjol) dan pegadaian. Dilansir dari Tempo.co peningkatan utang terjadi hampir di setiap lapisan masyarakat, terutama di kalangan berpenghasilan rendah. Menurut ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, lonjakan pinjaman ini menandakan bahwa sebagian besar masyarakat kelas bawah benar-benar terhimpit secara finansial.

Banyak dari mereka yang bahkan tak lagi bisa mengandalkan tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga pinjaman dianggap sebagai “solusi” yang tak terelakkan.

Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, kondisi ini menimbulkan dilema besar. Dalam keadaan normal, mereka mungkin masih bisa menabung sedikit demi sedikit, tetapi dengan biaya hidup yang kian melonjak, terutama harga bahan pokok yang terus naik, pilihan untuk berhemat semakin terbatas. Maka, ketika kebutuhan semakin mendesak, pinjaman berbasis teknologi digital seperti pinjol kerap menjadi jalan terakhir. Sayangnya, bunga yang tinggi dari pinjaman tersebut justru menjadi beban tambahan yang sering kali sulit untuk dilunasi.

Apa yang disampaikan oleh Tempo.co itu memang benar dan bisa dikonfirmasi. Merujuk dari berbagai sumber,  berikut lonjakan hutang pinjol dari tahun ke tahun.



Melihat angka tersebut, mungkin kita tersenyum pahit. Mengapa utang—khususnya pinjaman online atau pinjol—begitu populer? Tentu ada beberapa alasan klasik: kebutuhan mendesak, gaya hidup yang tak sesuai kantong, dan... mari kita akui, beberapa dari kita juga terjebak pada hal-hal bodoh seperti judi online.

Tapi, pinjol itu bukanlah solusi; justru, kalau kata orang tua Melayu dulu, ini seperti lari dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya. Pinjol itu, seakan-akan kita meminta musang untuk menjaga anak ayam: tampaknya menjanjikan keamanan, tapi akhirnya malah jadi ancaman. Tak percaya? Berdasarkan data dari Kompas.id, jutaan orang kini kesulitan membayar pinjaman online, terutama anak Muda.

Menurut laporan tersebut, mayoritas orang yang terjerat pinjol awalnya hanya berencana meminjam jumlah kecil untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi, lambat laun, bunga pinjaman yang tinggi dan jatuh tempo yang singkat justru membuat mereka terjebak dalam lingkaran utang yang makin sulit diputus.
Pinjol ini hadir seperti “penolong di saat darurat,” namun di balik itu, ada bunga dan biaya tambahan yang berlipat-lipat, hingga tak jarang seseorang yang meminjam satu juta rupiah harus melunasi jumlah yang berkali-kali lipat lebih besar.

Tapi utang bukan cuma soal pinjaman online (pinjol). Banyak cerita viral di media sosial tentang orang-orang yang terjerat utang dengan rentenir offline, alias lintah darat. Meskipun tidak berbasis teknologi seperti pinjol, rentenir offline ini tetap punya kesan menyeramkan. Bunga mereka sama “mencekik,” dan cara mereka menagih juga sering kali penuh tekanan. Bahkan, ada yang bilang bahwa pertemuan dengan rentenir ini bisa lebih menegangkan daripada menunggu Wasit Ahmed Al-Kaf meniup peluit setelah tambahan waktu 6 menit!

Rentenir ini biasanya hadir di lingkungan yang minim akses ke perbankan formal, menawarkan pinjaman dengan proses mudah, tapi bunganya tak kalah menguras. Alih-alih membantu, justru banyak orang yang akhirnya terjerembab dalam lingkaran utang. Fenomena ini tak hanya menunjukkan keterbatasan finansial, tapi juga minimnya kesadaran akan dampak jangka panjang dari utang dengan bunga tinggi.

Setelah kesulitan membayar, mulailah si pengutang “masuk ke mulut buaya”—atau si “musang” yang tadinya dipercaya menjaga, kini mulai mengincar dan memakan satu per satu “anak ayam” yang terlilit utang. Tagihan terus bertambah, denda semakin menggunung, dan tekanan dari penagih utang kian hari makin mencekam.

Dari sini, banyak yang akhirnya merasa terpojok. Alih-alih mendapat bantuan, pinjaman tersebut justru berubah menjadi jebakan yang menambah beban yang sedari awal sudah berat.

Tapi, tenang saja, Artikel ini akan membahas 7 langkah praktis untuk melunasi hutang secara Islami. Utang bukanlah akhir dari dunia. Dan pastinya, bukan hanya Anda yang pernah berutang. Dengan beberapa tips dan trik islami, kami berharap Anda dapat menyelesaikan permasalahan utang secara lebih bijak.

Siapkan kopi Anda, tapi jangan hasil mengutang. Duduklah dengan tenang. Dengan panduan dari Artikel ini, kami harap Anda bisa menjalani hidup yang lebih damai, bebas dari cemas, dan jauh dari jeratan utang yang menyesakkan, Stay Tuned!


Lebih baru Lebih lama